Siaran
radio yang pertama di Indonesia (waktu itu
bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio
Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta Tempo dulu),
yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925,
jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan Uni Soviet.
Stasiun
radio di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Karena
sejak adanya BRV tadi, maka muncullah badan-badan radiosiarn lainnya Nederlandsch
Indische Radio Omroep Masstchapyj (NIROM) di Jakarta, Bandung dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV) di
Solo, Mataramse Verniging Voor Radio Omroep
(MAVRO) di Yogjakarta, Verniging
Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung, Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep
(VORO) di Surakarta, Chineese
en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse Radio Omroep
(EMRO) di Madiun dan Radio Semarang di Semarang.
Di
Medan, selain NIROM, juga terdapat radio swasta Meyers
Omroep Voor Allen (MOVA), yang di usahakan oleh tuan Meyers, dan Algeemene
Vereniging Radio Omroep Medan (AVROM). Di antara sekian banyak badan radio
siaran tersebut, NIROM adalah yang terbesar dan terlengkap, oleh karena
mendapat bantuan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Perkembangan
NIROM yang pesat itu disebabkan pula keuntungannya yang besar dalam bidang
keuangan yakni dari "pajak radio". Semakin banyak pesawat radio
dikalangan masyarakat, semakin banyak uang yang diterima oleh NIROM. Dengan
demikian, NIROM dapat meningkatkan daya pancarnya, mengadakan stasiun-stasiun
relay, mengadakan sambungan telepon khusus dengan
kota-kota besar, dll.
Pada
waktu itu terdapat saluran telepon khusus antara Batavia, Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Tegal,
Pekalongan, Semarang, Solo, Yogykarta, Magelang, Surabaya, Tangerang, Depok, Bekasi, Malang yang jumlahnya kira-kira 1,2 juta meter
saluran telepon untuk memberi modulasi kepada pemancar-pemancar di kota-kota
itu. Dengan Demikian NIROM dapat mengadakan siaran sentral dari Semarang, Bandung, Surabaya, Yogyakarta ataupun Solo.
Hal
itu beda sekali dengan badan-badan radio siaran lainnya yang berbentuk
perkumpulan swasta, terutama yang diusahakan bangsa pribumi, yang hidupnya dari
iuran para anggota.
Munculnya
perkumpulan-perkumpulan stasiun radio di kalangan bangsa Indonesia disebabkan
kenyataan, bahwa NIROM memang dapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda itu lebih bersifat perusahaan yang
mencari keuntungan finansial dan membantu kukuhnya penjajahan di Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah
penjajahan Belanda menghadapi semangat kebangsaan di
kalangan penduduk pribumi yang berkobar sejak tahun 1908,
lebih-lebih setelah tahun 1928.
Sebagai
pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia ialah Solosche Radio
Vereniging (SRV) yang didirikan pada tanggal 1 April 1933.
Dalam hubungan dengan itu patut di catat nama Mangkunegoro VII seorang bangsawan Solo
dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo yang berhasil mewujudkan
SRV itu.
Sejak
tahun 1933 itulah berdirinya badan-badan radio siaran
lainnya, usaha bangsa Indonesia di berbagai kota besar seperti disebutkan di
atas, berdirinya SRV, MARVO, VORL, CIRVO, EMRO, dan Radio Semarang itu pada
mulanya dibantu oleh NIROM,oleh karena NIROM mendapat bahan siaran yang
bersifat ketimuran dari berbagai perkumpulan tadi. Tetapi kemudian ternyata
NIROM merasa khawatir perkumpulan-perkumpulan radio ketimuran tadi membahayakan
baginya.
Pada
tahun 1936 terbetik berita, bahwa mulai tahun 1937
"Siaran Ketimuran seluruhnya akan dikuasai oleh NIROM sendiri". Ini
berarti bahwa mulai tahun 1937 subsidi dari NIROM akan
dicabut, setidk-tidaknya akan dikurangi, karena NIROM tidak akan lagi merelay
siaran-siaran radio milik pribumi, setidak-tidaknya kalau terpaksa merelay
hanya sedikit sekali. Seperti diketahui subsidi NIROM itu semula diberikan
berdasarkan perhitungan jam-merelay.
Berita
itu cukup menggemparkan orang-orang radio di luar NIROM, karena pencabutan
subsidi itu akan melemahkan badan-badan radio siaran bersangkutan.
Memang
adalah maksud NIROM yang bersandarkan kekuatan penjajahan itu untuk mematikan
perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
Pada
tanggal 29 Maret 1937
atas usaha anggota Volksraad M.Sutarjo Kartokusumo dan seorang Insinyur bernama
Ir.Sarsito Mangunkusumo diselenggaraka suatu pertemuan antara wakil-wakil radio
ketimuran bertempat di Bandung wakil-wakil yang mengirimkan utusannya
ialah : VORO (Jakarta), VORL (Bandung), MAVRO (Yogyakarta), SRV (Solo) dan
CIRCO (Surabaya), pertemuan hari itu melahirkan suatu badan baru bernama :
PERIKATAN PERKUMPULAN RADIO KETIMURAN (PPRK) sebagai ketuanya adalah :
Sutarjo Kartohadikusumo.
Tujuan
PPRK yang non-komersial itu bersifat "Sociaal kultureel" semata-mata
memajukan keseniaan dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia,
rohani dan jasmani.
Pada
tanggal 7 Mei 1937 atas usaha PPRK diadakan
pertemuan dengan pembesar-pembesar pemerintahan untuk membicarakan hubungan
antara PPRK dengan NIROM. Pertemuan itu menghasilkan suatu persetujuan bersama,
bahwa PPRK menyelenggarakan siaran ketimuran, NIROM menyelenggarakan segi
tehniknya.
Sejak
itu PPRK berusaha keras agar PPRK dapat menyelenggarakan sendiri sepenuhnya
tanpa bantuan dari NIROM.Disebabkan situasi semakin panas oleh api perang di
Eropa yang menyebabkan Negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan
bantuan rakyat jajahannya, maka pemerintah Hindia Belanda menjadi agak lunak.
Seperti
diketahui, tanggal 1 September 1939 Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler
menyerbu Polandia yang menyebabkan timbulnya perang dunia II, dan kemudian pada
tahun 1940 Jerman menduduki Denmark, Norwegia, Belgia dan Negeri Belanda.
Pada
tanggal 1 November 1940 tercapailah tujuan PPRK yakni menyelenggarakan siaran
yang pertama dari PPRK.